Thursday, December 26, 2013

Sejarah Mesjid Bracan Pidie Jaya

masjid-beuracan
Mesjid Teungku Di Pucok Krueng Beuracan, Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya atau biasa dikenal dengan masjid Beuracan merupakan satu dari sejumlah masjid bersejarah di kabupaten yang masih berusia enam tahun.
Masjid dengan bentuk empat persegi mudah ditemukan, berada persis di pinggir jalan negara, lintas Banda Aceh-Medan (dari arah barat) atau memasuki Kecamatan Meureudu, terdapat dua masjid dalam satu kompleks yang langsung terlihat oleh siapa saja yang melintas di kawasan itu. Di bantaran sungai Krueng Beuracan, Meureudu inilah Masjid Tgk Di Pucok Krueng yang masih berdiri kokoh dengan arsitek klasik yang masih terpelihara sampai saat ini.
Masjid tua ini, dibangun oleh Teungku Abdussalam (Ada yang menyebutkan Abdussalim) yang kerap dikenal dengan Teungku Chik Di Pucok Krueng. Nama Teungku Chik Di Pucok Krueng inilah yang ditabalkan pada masjid tertua di Meureudu.
Menurut bilal masjid, Tgk Ismail Be bin Ba’ (72) yang mengutip keterangan dari al-marhum Tgk M Usman yang merupakan ketua panitia pembangunan masjid, bahwa Masjid Teungku Chik Di Pucok Krueng ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1607 M-1636 M. Di mana saat itu dibangun tiga masjid yaitu, Masjid Beuracan, Masjid Kuta Batee dan Masjid Madinah di Kecamatan Meurah Dua yang merupakan pecahan dari kecamatan Meureudu. “Masjid Teungku Chik Di Pucok Kreung awalnya merupakan masjid satu-satunya selain digunakan warga Beuracan juga digunakan oleh warga ditiga kemukiman, Ulim, Pangwa, dan Beuriwueh,” sebut Tgk Ismail Be Bin Ba’, Rabu (17/7).
Meski berada di pinggiran Sungai Krueng Beuracan yang kerap meluap saban musim penghujan, masjid Tgk Di Pucok Krueng selalu terhindar dari genangan air banjir. Di masjid ini juga terdapat satu guci yang dikeramatkan oleh banyak warga. Tak heran, banyak warga sekitar dan bahkan dari luar daerah bernazar mengambil air tersebut sebagai penawar segala penyakit.
Namun, ada larangan mengambil air di guci tersebut bagi kaum wanita yang sedang berhalangan. Larangan itu bisa dibaca dengan jelas pada tulisan yang dipajangk depan masjid. “Jika guci keramat ini didekati oleh kaum hawa yang sedang berhalangan (datang bulan), maka pada malam hari bangkai tikus akan mengapung dalam air guci.”
Pada tahun 1947 masjid ini direhab dengan memperindah bangunan tanpa mengubah bentuk semula, hanya menambah dinding bagian belakang (sisi barat). Kemudian pada tahun 1990 dipugar kembali oleh Muskala Kanwil Depdikbud Prop. DI Aceh dengan penambahan dinding seluruh bagian masjid dan mengganti tiang-tiang serta atap yang rusak.
Pendiri masjid Tgk Di Pucok Krueng, Tgk Abdussalim, merupakan seorang yang ahli dalam bidang pertanian dengan sebutan Poh Roh alias Peugeut Blang (cetak sawah baru). Di masanya, Tgk Di Pucok Kreung ini mampu merintis sebanyak 25 yok (1 Yok sama dengan 1 hektare) areal persawahan yang dijadikan sebagai aset milik pengelola masjid atau lazim disebut Tanoh Meusara yang dikelola untuk kemakmuran masjid.
Usaha perluasan areal persawahan terus dirintis bersama masyarakat setempat sehingga membuat Sultan Iskandar Muda sempat tercengang melihat terobosan Tgk Di Pucok Krueng yang membuka lahan baru di Gunung Raweu, yang terletak antara Meureudue, Pidie Jaya dengan Geumpang Kabupaten Pidie. Kala itu, Sultan Iskandar Muda penasaran karena seluruh bala tentara yang dipimpin Panglima Malem Dagang dan Tgk Japakeh sudah berkumpul untuk memerangi kerajaan Johor, Malaysia. Tapi, Tgk Di Pucok Krueng tak berada di tempat. Sehingga Sultan Iskandar Muda dengan mengendarai Gajah Putih mengirim utusan untuk menjemput Tgk Abdussalam.
Namun, gajah putih tersebut tak mau bergerak dan memberi isyarat dengan mengangkat belalai sabagai tanda istirahat. Gajah putih itu istirahat di Gampong Bie, Kecamatan Meurah Dua. Nama Meurah Dua ini ditambalkan dari dua gajah rombongan Sultan Iskandar Muda yang duduk menanti kepulangan Tgk Di Pucok Krueng. Demikian juga nama Meureudu diambil dari nama Meurah Du artinya gajah duduk.
Sementara itu, menurut cerita kalangan Ulee Balang Seulimuem, Aceh Besar, Teuku Bustaman, adik HT Johan mantan wakil Gubernur Aceh yang diceritakan kepada Tgk M Usman, bahwa guci di Masjid Bubu (Sekarang mensjid Guci Rempong, Kecamatan Peukan Baro, Pidie) yang dibangun Tgk Chik Di Pasi merupakan hadiah dari kerajaan Cina. Pada sisi guci itu terdapat tulisan naga. Karena dalam Islam melarang gambar sehingga dikikis dan digantikan dengan khat Alquran.
Hingga saat ini, makam Tgk Di Pucok Krueng belum diketahui secara persis. Meski tiga kuburan di kaki Pucok Krueng, Meureudu sudah dipastikan bukanlah beliau. Sebab, menurut cerita turun temurun, Tgk Abdussalam saat itu menghilang ke arah barat tanpa kembali

No comments:

Post a Comment